Pages

Pelatihan Remote Sensing untuk Perikanan dan Pembuatan Terumbu Karang Buatan

Pada 23 – 24 Maret yang lalu BROK bekerjasama dengan Dinas Pendidikan dan Dinas Kelautan dan Perikanan Sumbawa mengadakan pelatihan Remote Sensing untuk Perikanan dan Pembuatan Terumbu Karang Buatan. Kegiatan yang diadakan di aula seolah SMKN I Alas ini, diikuti oleh perwakilan dari Dinas Kelautan dan Perikanan Sumbawa, taruna – taruni SMKN I Alas, tokoh masyarakat serta para nelayan dari desa Bungin dan desa Kaung. Dari BROK sendiri, diwakili oleh tiga orang yaitu Dr.rer.nat Agus Setiawan, M.Si Bambang Sukresno, M.Si dan Elvan Ampou, S.Ik.

Pelatihan pada hari pertama diawali dengan penandatanganan Kesepakatan Kerjasama antara BROK dengan Dinas Pendidikan Kabupaten Sumbawa yang bertujuan untuk meningkatkan kerjasama antar institusi, juga untuk peningkatan kapasitas sumberdaya manusia di Kabupaten Sumbawa, serta diseminasi hasil riset kelautan yang dilaksanakan oleh BROK.

Materi remote sensing dipresentasikan oleh Bambang Sukresno, M.Si yang membahas secara umum mengenai teknologi remote sensing serta aplikasinya untuk perikanan di Indonesia, dilanjutkan dengan penjelasan secara mendetil mengenai kegiatan PPDPI yang dilaksanakan oleh BROK. Sedangkan Elvan Ampou, M.Sc mempresentasikan pembuatan terumbu karang buatan yang merupakan salah satu upaya penting dalam penyelamatan terumbu karang di Indonesia, yang tidak terlepas dari kelestarian pengelolaan sumberdaya laut termasuk sumberdaya ikan.

Pelatihan pada hari kedua dilanjutkan dengan praktek penanaman terumbu karang buatan yang dilakukan di perairan sekitar desa Bungin dan desa Kaung dengan perkiraan bahwa dalam waktu 3 hingga 6 bulan kedepan terumbu karang buatan tersebut telah ditumbuhi oleh karang sehingga bisa digunakan untuk konservasi di lokasi yang terumbu karangnya telah rusak. Dengan adanya pelatihan ini diharapkan adanya kepedulian masyarakat terhadap kelestarian terumbu karang.
Baca Selengkapnya...

Kulit Tuna Tersamak Bisa Setara Kulit Sapi Tersamak

Produk kerajinan berbahan kulit ikan bernilai pasar tinggi karena memiliki karakteristik unik menarik yang memberi kesan berbeda dengan produk berbahan kulit ruminansia maupun reptilian. Bila sudah disamak, mutu dan kekuatannya bisa menyamai kulit hewan lain.

Tetapi kulit ikan mudah sekali rusak sehingga perlu penanganan cermat dan kondisi yang baik sebelum dan selama penyamakan agar mutu hasilnya terjamin. Kesegaran kulit ikan yang akan disamak harus prima, diolah segera setelah dilepaskan dari tubuh ikan. Cara pelepasan tersebut juga harus ditangani dengan baik. Selain langkah-langkah penyamakan yang umum, penyesuaian perlakuan perlu dikembangkan sesuai jenis ikan yang kulitnya ditangani.

Balai Besar Riset Pengolahan Produk dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan telah merancang perlakuan dalam proses penyamakan kulit ikan tuna sehingga hasilnya setara dengan kulit sapi tersamak. Ada 10 tahap proses penyamakan yang dilakukan, yakni sebagai berikut.

1. Preparasi kulit tuna: Kulit disortasi berdasarkan kesegaran, kerusakan, luas, ketebalan, lalu dicuci dan dibersihkan dari sisa-sisa daging dan kotoran.
2. Pengapuran: Kulit direndam dalam larutan kapur dengan rasio 500% air, 3% Na2S dan 3% Ca(OH)2 selama 20-24 jam.
3. Pembuangan kapur: Kulit dimasukkan dalam drum putar berisi larutan dengan rasio 500% air dan 0,5% (NH4)2SO4, diputar selama 1 jam. Kemudian diputar lagi dalam drum putar berisi 1%, 2% dan 3% enzimoropon, masing-masing selama 1, 1,5 dan 2 jam. Sesudah itu kulit direndam dalam drum putar berisi larutan mengandung 5% H2O2 selama 10-20 jam. Selanjutnya kulit dicuci dengan larutan 500% air dan 75% NaCl selama 30 menit.
Baca Selengkapnya...

Pulau Surgawi Itu Bernama Dodola...

                                           Pulau Dodola di Halmahera Utara.

KOMPAS.com — Laksana surga yang dicampakkan ke bumi. Pulau surgawi itu bernama Dodola. Terletak di Kepulauan Morotai, Maluku Utara, Pulau Dodola terdiri atas dua pulau. Pulau Dodola Besar dan Pulau Dodola Kecil.

Kala air surut, kedua pulau akan menyambung oleh pasir putih memanjang. Sebuah pola guratan nan magis tampak di sepanjang pasir penyambung. Guratan-guratan yang muncul akibat angin dan ombak. Dari Dodola Besar perlu waktu sekitar lima menit berjalan kaki untuk mencapai Dodola Kecil.

Selain pasir yang menyambungkan kedua pulau, air laut yang surut menampakkan karang-karang penuh rumput laut. Sebaliknya, saat air pasang, Dodola pun bercerai menjadi dua pulau, terpisah oleh air laut bagai selat.

Pulau Dodola cocok menjadi lokasi snorkeling dan menyelam. Namun sebagai tempat untuk sekadar berjemur menatap keelokan pantai pun begitu memikat. Pastikan untuk berenang karena air yang begitu biru sangat menggoda diri untuk mencebur ke dalam hangatnya air laut.

Bagai perempuan yang bersolek, bumi Dodola berdandan dengan bedak putih. Ya, pasir putih di Dodola sangat lembut, nyaris serupa dengan bedak atau tepung. Dodola adalah gadis perawan yang rupawan. Pulau tak berpenghuni nan sepi. Hanya sesekali nelayan yang mampir melepas penat.

Saya sempat bertemu dua orang nelayan yang sedang mencari ikan di tengah lautan. Mereka beristirahat sejenak di Pulau Dodola. Ketinting atau perahu tradisional khas Maluku diparkir di tepi pantai. Jika Anda ingin bertandang ke pulau elok itu, Anda bisa menumpang Ketingting.

"Lima puluh ribu sekali jalan," begitu kata salah satu nelayan. Anda bisa juga menyewa speedboat untuk mencapai Pulau Dodola. Namun, menumpang ketinting sambil mengikuti kesibukan nelayan melaut tentu memberi kesan yang lebih mendalam.

Di Dodola Kecil sama sekali tidak ada sentuhan manusia. Berbeda dengan Pulau Dodola Besar yang memiliki dermaga kayu dan bangunan semacam vila. Namun vila itu tak terawat dan dibiarkan telantar. Pemerintah kabupaten memang berencana mengembangkan pulau itu sebagai obyek wisata lengkap dengan penginapan persis di tepi pantai.

Kabupaten Morotai sendiri terdiri dari gugusan lebih dari tiga puluh pulau. Sebagian besar adalah pulau-pulau kecil yang tak berpenghuni. Morotai terkenal sebagai lokasi bersejarah yang berperan besar pada Perang Dunia II. Jepang dan tentara sekutu pernah bertempur di pulau itu. Karena itu, kedua kubu pernah bermarkas.

Sampai kini, sisa peninggalan bersejarah masih bisa terlihat jelas di dasar laut. Karena itu, aktivitas menyelam di Morotai bagai mengabungkan wisata bahari dengan wisata sejarah. Firman, penyelam asli Morotai, menuturkan, ada 13 titik laut yang ada peninggalan sejarah.

"Lima lokasi sudah ada dokumentasinya. Sisanya masih berupa cerita-cerita rakyat, jadi belum terbukti," kata Firman. Kelima lokasi tersebut ada di Wawama, Totodaku, Mira, Buhobuho, dan laut di antara Dodola dengan Kelerai.

"Di Wawama dan Totodaku, ada pesawat sekutu dan jip. Kalau di Mira ada kapal karam. Di Buhohubo dan dekat Dodola ada pesawat tempur," katanya. Firman bertekad untuk terus menyelam demi menyingkap laut Morotai yang menyimpan sisa-sisa Perang Dunia II.
Baca Selengkapnya...

Pariwisata Morotai Layak Dikembangkan

                                 Pulau Dodola Besar dilihat dari Pulau Dodola Kecil

JAKARTA, KOMPAS.com - Indonesia bagian timur memerlukan pengembangan di bidang pariwisata. Apalagi dengan kekuatannya di sisi wisata bahari. Salah satu destinasi yang berpotensi adalah Kabupaten Morotai, Maluku Utara.

Ditjen Pemasaran Pariwisata Kembudpar dalam rangka promosi Sail Morotai 2012 menyelenggarakan semi lokakarya bertema Akselerasi Pengembangan Pariwisata Bahari Maluku Utara. Sail Morotai menjadi momentum pengembangan pariwisata bahari di Maluku Utara.

"Wisata bahari adalah wisata yang populer, high end, tapi juga merakyat," kata Dirjen Pemasaran Pariwisata Kemenbudpar, Sapta Nirwandar dalam jumpa pers di Hotel Akmani, Jakarta, Jumat (29/4/2011).

Ia menuturkan di Morotai terdapat kapal karam seperti di Tulamben, Bali, yang sangat cocok untuk wisata bahari. "Dulu ada datanya, di Indonesia ada 520 titik shipwreck peninggalan perang atau tenggelam. Tapi tidak semua spot untuk diving," katanya.

Karena itu, lanjut Sapta, Morotai memiliki potensi wisata karena memadukan unsur sejarah dan bahari.

"Wisata sejarah sudah pasti. Morotai peran penting dalam Perang Dunia kedua," ujar Sapta.
Amerika Serikat dan Jepang pernah menjadikan Morotai sebagai markas mereka. Bahkan sebuah perang besar pernah terjadi di Morotai. Tak heran, di laut maupun di bumi Morotai banyak peninggalan Perang Dunia II.

Besi-besi peninggalan perang ini pun banyak diolah oleh masyarakat setempat menjadi kerajinan besi putih. Sapta berharap dengan perkembangan pariwisata dapat meningkatkan ekonomi masyarakat setempat.

"Mereka jadi punya lapangan kerja lain. Jadi tidak potong besi. Supaya peninggalan sejarah tetap ada," kata Sapta.

Sementara itu Gubernur Maluku Utara Thaib Armaiyn mengatakan bahwa rencananya Morotai akan menjadi kawasan ekonomi khusus. "Bidang keunggulannya di bidang perikanan dan pariwisata," katanya.
Baca Selengkapnya...

Sail Morotai 2012 Dipastikan Meriah

                                            Pelabuhan di Morotai, Maluku Utara.

JAKARTA, KOMPAS.com — Sail Morotai 2012 dicanangkan langsung oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada Agustus 2010. Hal ini yang membedakan dengan sail-sail Indonesia lainnya yang biasanya berupa pengajuan dari daerah ke pusat. Ketua Panitia Sail Morotai 2012 ‎Muhajir Albar mengungkapkan hal tersebut dalam jumpa pers di Hotel Akmani, Jakarta, Jumat (29/4/2011).

"Setelah dicanangkan kemudian dibuat pembentukan panitia dan koordinasi dengan departemen-departemen lainnya," kata Muhajir.

Ia menuturkan acara Sail Morotai 2012 akan dilengkapi dengan aneka kegiatan, seperti lomba mancing, wisata kuliner, dan festival kebudayaan.

"Beberapa daerah di Indonesia memiliki pantai dan laut yang bagus. Kita harapkan Morotai jadi salah satu tempat yang bisa diekspos, selain Raja Ampat dan Wakatobi," tutur Dirjen Pemasaran Kembudpar, Sapta Nirwandar.

Namun, untuk bisa melaksanakan Sail Morotai 2012 diperlukan pembangunan infrastruktur. Salah satu kendala adalah ketersediaan hotel. Gubernur Maluku Utara Thaib Armaiyn berjanji pihaknya akan mempersiapkan 1.000 rumah untuk dijadikan homestay dengan perbaikan-perbaikan agar fasilitas homestay memenuhi standar.

Kendala lain adalah pasokan listrik yang terbatas di Kabupaten Morotai. Sehingga pada jam-jam tertentu terjadi pemadaman listrik. Bupati Sukemi Sahab mengatakan, PLN pusat telah berjanji pada 1 Mei 2011 untuk menambah pasokan listrik.

Selain itu, akses yang susah ke Morotai juga menjadi keluhan wisatawan. Tetapi menurut Sukemi, kini ada maskapai yang menang tender untuk penerbangan ke Morotai.

"Pesawat kecil yang menang tender satu minggu beberapa kali penerbangan. Rutenya Ternate-Morotai. Harganya masih subsidi Rp 274.000," ungkapnya.

Selain itu, ada kerja sama TNI AU-Kementerian Kelautan dan Perikanan melepas satu atau dua landasan untuk komersial. Sukemi menambahkan, Morotai sudah kedatangan wisatawan domestik terutama dari Manado dan Makassar.
Baca Selengkapnya...

Mangrove Kalimantan Selatan Terancam

BANJARMASIN, KOMPAS.com - Penebangan pohon mangrove untuk keperluan bahan bangunan oleh masyarakat menjadi ancaman utama kerusakan mangrove di Kalimantan Selatan . Saat ini masih banyak masyarakat menebang pohon mangrove berdiameter di atas 30 sentimeter untuk dijadikan tiang dan papan rumah.

Menurut Kepala Badan Lingkungan Hidup Daerah Kalsel Rakhmadi Kurdi, Senin (21/2/2011) di Banjarmasin, kerusakan mangrove terjadi pada sejumlah titik di pesisir Kalimantan, baik di pulau besar maupun pulau-pulau kecil. Garis pantai Kalsel memanjang sejauh 500 kilometer dari Kabupaten Baritokuala hingga Kotabaru. Luas kawasan mangrove di Kalsel diperkirakan lebih dari 100.000 hektar dan tersebar di lima kabupaten, yakni Kotabaru, Tanahbambu, Tanahlaut, Banjar, dan Baritokuala.

Menurut Rakhmadi, penelitian secara menyeluruh tentang kerusakan mangrove di Kalsel belum ada. Namun, sejauh ini daerah-daerah yang mengalami kerusakan sudah bisa diketahui, antara lain di Aluh-aluh, Kabupaten Banjar dan Kualalapuk di Kabupaten Barito Kuala.

Rakhmadi juga menyoroti keberadaan pelabuhan khusus (pelsus) batubara dan kelapa sawit yang juga memiliki andil besar dalam perusakan mangrove. Tahun 2010 ada 10 pelsus batubara di dalam kawasan hutan dan konservasi yang ditutup karena merusak mangrove.

Kepala Bidang Rehabilitas Lahan dan Hutan Dinas Kehutanan Kalsel, Nafarin mengatakan, dibanding setahun lalu kerusakan mangrove di Kalsel saat ini makin meluas. "Memang ada sejumlah pelsus yang merusak. Kami juga sudah menanganinya," ujarnya.

Selain pelsus, kata Nafarin, kerusakan ini disebabkan oleh kebutuhan tambak ikan oleh masyarakat. Para pembuat tambak umumnya menebangi mangrove. Padahal, mereka bisa memelihara ikan di sela-sela tanaman mangrove. Kehancuran terbesar mangrove oleh aktivitas pembuatan tambak terjadi tahun 1980-an.

Kerusakan mangrove di Kalsel juga belum diimbangi upaya penanaman kembali yang memadai. Kondisi antara lain terjadi di Pulau Kaget di tengah Sungai Barito, yang sejak 2008 baru ditanam sekitar 5.000 pohon.
Padahal sekitar 50 persen atau 42 hektar dari total luas pulau yang mencapai 85 hektar itu, kini sudah menjadi areal pertanian. Sisanya masih berupa mangrove dan menjadi habitat sekitar 100 ekor bekantan.
Baca Selengkapnya...

Lamongan Tanam 10.000 Bibit Bakau

LAMONGAN, KOMPAS.com- Masyarakat Peduli Lingkungan Hidup Indonesia (MAPALHI) Jawa Timur bersama Pemerintah Kabupaten Lamongan, Rabu (19/1/2011), menanam 10.000 bibit mangrove di pesisir pantai Desa Lohgung Kecamatan Brondong, di atas lahan seluas 4 hektar.

Sebelumnya, di lokasi yang sama pernah dilakukan penanaman bakau. Namun, karena kurang bermutunya bibit dan faktor cuaca, tanaman gagal tumbuh. Kali ini bibit yang ditanam lebih bagus dan diharapkan bisa tumbuh pesat dan bermanfaat.

Bupati Lamongan Fadeli menyatakan, hutan bakau sangat bermanfaat sebagai pelindung dari bencana alam. Tetapi belum semua masyarakat memahami manfaat hutan bakau, termasuk mencegah abrasi. Hutan bakau dapat melindungi tanaman pertanian, bahkan bangunan dan makhluk hidup setempat dari kerusakan akibat bencana badai atau angin laut yang mengandung garam.

"Saya berharap lewat kegiatan pagi ini nantinya akan berkembang hutan bakau yang memberi manfaat bagi masyarakat Brondong dan sekitarnya," ujarnya.

Dia menambahkan hutan mangrove bukan hanya sebagai pencegah bencana, tetapi  bisa dijadikan obyek wisata baru di pantura Lamongan yang selama ini sudah terkenal dengan wisata maritimnya melalui Wisata Bahari Lamongan.

Kurangnya perhatian masyarakat pada hutan bakau seringkali terjadi karena menganggap hutan ini tidak memiliki manfaat bagi manusia. "Hutan bakau membantu pengendapan lumpur, bisa menjadi benteng dan filter alami untuk racun yang ada di air," kata Fadeli.
Baca Selengkapnya...

Ekowisata Mangrove Dipadati Warga

SURABAYA, KOMPAS.com — Warga Kota Surabaya dan sekitarnya memanfaatkan hari libur yang bertepatan dengan peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW dengan berkunjung ke tempat wisata. Salah satu lokasi wisata baru yang menarik minat warga adalah ekowisata mangrove di Pantai Timur Surabaya.

Sejak Selasa (15/2/2011) pukul 06.00, kawasan Ekowisata yang terletak di Kelurahan Wonorejo, Kecamatan Rungkut, itu sudah didatangi ratusan pengunjung. Rombongan pengunjung itu sengaja datang pagi hari agar bisa ikut menanam bibit bakau di area ekowisata tersebut.

Wahid, penjaga loket di dermaga ekowisata mangrove Wonorejo menuturkan, kawasan hutan bakau yang mulai dibuka sebagai lokasi ekowisata sejak awal tahun 2010 lalu itu kini memang mulai ramai dikunjungi warga. "Kalau Sabtu, Minggu, dan hari libur, pengunjungnya ramai. Dalam sehari pemasukan dari tiket perahu bisa Rp 3 juta sampai Rp 4 juta," katanya.

Untuk menikmati keelokan hutan bakau ini, pengelola menyediakan perahu dengan tarif Rp 25.000 per orang. Pengunjung akan dibawa melintasi Sungai Londo ke lokasi hutan bakau. Di kawasan ekowisata tersebut, pengunjung bisa melihat rerimbunan hutan bakau alami.

Menurut Wahid, selain melihat hutan bakau dan aneka jenis tanaman serta hewan yang berada di kawasan tersebut, pengunjung juga bisa menanam pohon bakau. "Kalau untuk edukasi dengan menanam bibit bakau, pengunjung bisa memesan terlebih dulu harinya mau kapan," ujarnya.

Pengunjung tampak antusias menjelajahi kawasan ekowisata tersebut. Meskipun cuaca mendung, mereka tidak mengurungkan niatnya untuk naik perahu hingga ke bagian muara sungai.

Salah seorang pengunjung, Ester dari Kota Surabaya menuturkan, ia datang ke kawasan ekowisata itu bersama keluarga besarnya. "Sebenarnya sudah penasaran sama tempat ini sejak lama. Kebetulan rumah saudara kami berada tak jauh dari sini, makanya kami sekalian ke sini," katanya.

Ketua pengelola Ekowisata Mangrove Wonorejo, Djoko Suwondo, menuturkan, kawasan ini dibuka untuk umum pada hari Sabtu, Minggu, dan hari libur. Sedangkan pada hari Senin hingga Jumat, kawasan ini biasa dikunjungi oleh rombongan yang hendak menanam bibit bakau.

Menurut Djoko, pembukaan ekowisata ini tidak hanya bermanfaat bagi warga Wonorejo, namun juga bagi lingkungan. Dengan mengikuti aktivitas menanam bibit bakau, pengunjung diajak lebih peduli terhadap lingkungan.
Baca Selengkapnya...

Warga Balikpapan Beralih ke Rumput Laut

BALIKPAPAN, KOMPAS.com - Rumput laut semakin banyak dibudidayakan di pesisir pantai Balikpapan. Tiga tahun terakhir, banyak warga beralih ke budidaya tanaman ini karena menganggap rumput laut cukup mudah dikembangkan, dirawat, dan dijual. Semua produksi mereka, hamper pasti akan dibeli.

Kepala Seksi Produksi Perikanan Dinas Pertanian Balikpapan Tony Riadinata mengatakan, rumput laut mulai dibudidayakan di pantai tahun 2007. Awalnya langsung terdata 148 pembudidaya. Tahun 2008 dan 2009 sempat turun menjadi 96 orang, lantas tahun 2010 naik menjadi 140 orang.

"Teknik budidaya semakin dipahami membuat komoditas ini berkembang. Bahkan, produksi basah rumput laut tahun 2010 sebanyak 4.925 ton, meningkat 16 kali lipat dari tahun sebelumnya yakni 300 ton. Artinya, rumput laut sangat prospektif," ujar Tony, Kamis (17/2/2011).

Sentra pengembangan rumput laut terbanyak di Balikpapan Timur, yakni Pantai Manggar, Manggar Baru, Lemaru, dan Teritip. Hasil produksi mereka dijual dalam bentuk kering ke para pengepul yang lantas mendistribusikan ke sejumlah kota seperti Makassar atau Surabaya. Berat kering rumput laut seperdelapan atau sepersepuluh berat basahnya.

Tinggih (50) memulai budidaya rumput laut di Manggar sejak tahun 2008. Merasa sebagai petani jagung di Jeneponto, Sulawesi selatan tak menguntungkan, ia hijrah ke Balikpapan tahun 2007. Awalnya ia pun melanjutkan bertanam jagung, tapi ia lantas tertarik rumput laut.

"Di kampung saya, ada yang budidaya. Sehingga ketika saya datang ke manggar dan ada peluang budidaya rumput laut, mengapa tidak saya coba? Saya cukup paham teknik budidayanya," begitu katanya, yang ditemui saat menjemur rumput lautnya yang baru saja dipanen.

Nurdin (30), yang awalnya supir angkot, juga akhirnya menggeluti usaha ini. Pendapatan jadi sopir, tidak tentu. Beda dengan rumput laut. Berapa pun produksi, sudah ada pengepul yang mau membeli. "Budidaya rumput laut cukup mudah, asal rajin mengecek dan membersihkan sampah yang menempel di tanaman," kata Nurdin.

Harga rumput laut basah yang bagus kualitasnya Rp 9.000 per kg. Tinggih misalnya, mengaku sekali panen bisa mendapat 3 ton rumput laut basah. LUmayan untuk memenuhi kebutuhan, walau bel um bisa dikatakan lebih. Untuk panen hingga mengeringkan, saya dibantu 10 orang, paparnya sembari mengatakan.
Baca Selengkapnya...

Industri Rumput Laut Butuh Jaminan Pasar

Palu, Kompas - Pemerintah harus realistis dalam menetapkan target produksi rumput laut. Target produksi sebesar 10 juta ton rumput laut basah tahun 2014 dinilai sulit diimbangi dengan industri pengolahan dan penyerapan pasar yang saat ini masih minim.

Hal itu dikemukakan anggota Tim Rumput Laut Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Jana Tjahjana, saat dihubungi dari Palu, Jumat (25/2).

Bahan baku berupa rumput laut basah selama ini diserap oleh pabrik pengolahan dalam negeri ataupun diekspor. Komposisi rumput laut yang diolah dalam negeri direncanakan mencapai 50 persen tahun 2014.

Menurut Jana, produksi 10 juta ton rumput laut basah itu setara dengan 1 juta ton rumput laut kering. Dengan asumsi separuh diolah dalam negeri, rumput laut kering yang tersedia untuk pabrik olahan 500.000 ton. Penyerapan bahan baku tersebut untuk produk pangan membutuhkan kapasitas industri pengolahan sebesar 125.000 ton.

Namun, kapasitas industri olahan rumput laut baru 25.000 ton. Masih dibutuhkan penambahan kapasitas industri 100.000 ton hingga tahun 2014. Faktanya, tahun 2010 tidak ada penambahan industri pengolahan.

”Pemerintah harus realistis dalam menetapkan target. Tanpa jaminan pasar dan daya serap pabrik, produksi rumput laut justru akan hancur,” ujar Jana.

Kebutuhan produk olahan rumput laut berupa karaginan di dunia baru 120.000 ton tahun 2014. Indonesia masih harus bersaing dengan negara produsen lain dalam pemasaran.

”Produksi yang berlimpah tanpa akses pasar akan memukul harga jual rumput laut. Petani juga akan kapok. Bumerang bagi program pemerintah,” ujarnya.

Pemerintah berencana mencanangkan Kabupaten Parigi Moutong, Sulawesi Tengah, sebagai kawasan minapolitan rumput laut, dengan integrasi kawasan produksi sampai olahan.

Kementerian Kelautan dan Perikanan mencatat, produksi rumput laut basah tahun 2010 mencapai 3,082 juta ton. Jumlah ini naik dari 2,575 juta ton tahun 2009. Luas lahan rumput laut saat ini sekitar 4,5 juta hektar.

Pemerintah menyiapkan 60 kluster usaha untuk memacu produksi sebesar 10 juta ton rumput laut basah tahun 2014. (lkt)
Baca Selengkapnya...

Harga Rumput Laut Tinggal Rp 3.000 Per Kg

TAKALAR, KOMPAS.com -  Harga jual rumput laut di tingkat pembudidaya terus menurun dalam sebulan terakhir. Kondisi tersebut disebabkan menurunnya kualitas hasil panen akibat tingginya intensitas curah hujan belakangan ini.

Sejumlah pembudidaya di Desa Laikang, Kecamatan Mangarabombang, Kabupaten Takalar, 64 kilometer arah selatan Kota Makassar, Sulawesi Selatan, mengatakan, rumput laut jenis Eucheuma cottonii yang basah dijual Rp 3.000 per kilogram (kg).

Adapun harga rumput laut yang kering hanya Rp 6.000 per kg. Padahal, bulan lalu harganya Rp 10.000-Rp 12.000 per kg.

Kondisi cuaca yang tidak menentu menyebabkan harga beli di tingkat pembudidaya lebih rendah dibandingkan dengan harga pasar. Selain mengganggu proses pengeringan, tingginya curah hujan menghambat pertumbuhan rumput laut di beberapa titik perairan.

Rumput laut merupakan salah satu komoditas andalan Sulawesi Selatan dengan produksi 2,1 juta ton pada 2010, yang tersebar di antaranya di Takalar, Bantaeng, Barru, Palopo, Bone, dan Pangkep. Jenis rumput laut yang dibudidayakan ialah Eucheuma cottonii dan Gracilaria verucosa.

Muhammad Kasim (34), pembudidaya di Dusun Puntondo, Desa Laikang, mengatakan, rumput laut cukup rentan terhadap perubahan cuaca. " Jika salah memprediksi cuaca, kemungkinan besar akan gagal panen," ungkapnya.

Ketika curah hujan tinggi, air laut bercampur dengan air tawar sehingga salinitas berkurang. Situasi tersebut mengurangi produktivitas rumput laut yang dihasilkan saat panen. Dalam kondisi curah hujan tinggi, hasil panen hanya empat kali lipat bibit. Jumlah itu hanya separo dari potensi panen yang bisa diperoleh saat musim kemarau.

Nilai tambah
Upaya untuk mengolah rumput laut agar memiliki nilai tambah hingga kini belum dapat diterapkan karena pembudidaya belum memerhatikan kualitas rumput laut. Padahal, rumput laut yang diolah setengah jadi menjadi chips bisa dijual hingga Rp 60.000 per kg.

Anti (18), warga Dusun Boddia, Desa Laikang, mengatakan, warga umumnya belum mengetahui mekanisme dasar dalam pengolahan rumput laut. Selama ini mereka langsung menjual rumput laut kering ke pengepul.
Warga masih banyak yang terburu-buru menjual rumput laut karena desakan ekonomi, ujarnya.

Menurut Kepala Bidang Perikanan Budidaya Dinas Kelautan dan Perikanan Sulsel, Sulkaf Latief, usaha rumah tangga pengolahan rumput laut memang belum tumbuh. Pengelolaan komoditas ini umumnya langsung ditangani pabrik pengolahan besar.

Di Indonesia, pengolahan Gracilaria verucosa dikuasai lima perusahaan besar, namun belum ada pabrik pengolahan yang berada di Makassar. "Pada masa mendatang warga diharapkan bisa memberi nilai tambah pada rumput laut agar keuntungan mereka lebih tinggi," ujar Sulkaf. (Aswin Rizal Harahap/Maria Serenade Sinurat)
Baca Selengkapnya...

Patokan Harga Dasar Rumput Laut Perlu Dikaji

Parigi Moutong, Kompas - Harga rumput laut yang sangat fluktuatif di sejumlah daerah perlu segera diantisipasi guna melindungi usaha pembudidaya. Untuk itu, Kementerian Kelautan dan Perikanan meminta pemerintah daerah mengkaji penentuan harga dasar rumput laut.

Menteri Kelautan dan Perikanan Fadel Muhammad mengemukakan hal itu saat meresmikan depo rumput laut di Kabupaten Parigi Moutong, Sulawesi Tengah, Sabtu (26/2).

Fadel mengemukakan, penentuan harga dasar rumput laut diperlukan untuk melindungi pendapatan pembudidaya. Kebutuhan rumput laut untuk pabrik cukup besar, tetapi harga jual di tingkat pembudidaya cenderung naik turun dan memiliki perbedaan cukup tajam di beberapa daerah.

”Cara untuk mencegah anjloknya harga rumput laut di tingkat pembudidaya adalah menetapkan harga dasar,” ujarnya.

Di Parigi Moutong, harga rumput laut kering saat ini Rp 8.500-Rp 9.000 per kg. Dua pekan sebelumnya, harga mencapai Rp 10.000 per kg.

Fadel mengemukakan, penetapan harga dasar rumput laut harus diatur pemerintah daerah dengan menetapkan harga dasar di tingkat lokal. Dengan demikian, usaha rumput laut bisa terus berkembang dan berpotensi menekan angka kemiskinan.

Menanggapi hal itu, Wakil Bupati Parigi Moutong Samsul Rizal Tombolotutu mengemukakan, penentuan harga jual rumput laut bergantung pada tingkat kadar air (rendemen). Semakin tinggi rendemen, harga akan semakin turun.

Meski demikian, pihaknya berjanji segera menetapkan mekanisme harga dasar pembelian rumput laut. Mekanisme e-pasar juga akan diterapkan untuk menjaga stabilisasi harga. Untuk itu disiapkan empat gudang penampung rumput laut.

”Apabila harga jual rumput laut anjlok di bawah standar, e-pasar akan menyerap rumput laut pembudidaya,” ujarnya.

Ia mengakui, harga rumput laut di sejumlah wilayah masih sangat mudah dipermainkan oleh tengkulak, sedangkan pembudidaya tidak memiliki posisi tawar untuk menentukan harga. Musim tanam dan panen rumput laut juga sangat bergantung pada cuaca sehingga kualitas mudah berubah.

Pada tahun 2010, produksi rumput laut basah mencapai 3,082 juta ton atau setara 308.000 ton rumput laut kering. Tahun ini, pemerintah menargetkan produksi rumput laut basah 3,5 juta ton, sedangkan tahun 2014 mencapai 10 juta ton.

Ketua Koperasi Teluk Tomini di Parigi Moutong Darwis Tandi mengungkapkan, para pembudidaya rumput laut kesulitan memasarkan hasil produksinya karena industri pengolahan masih minim tersedia. (LKT)
Baca Selengkapnya...

Petambak Udang Windu Beralih ke Ikan Bandeng

PANGKEP, KOMPAS - Hampir separuh dari 1.300 petambak udang windu di Kecamatan Labakkang, Kabupaten Pangkep, Sulawesi Selatan, beralih mengelola tambak bandeng. Minimnya pendampingan dari penyuluh perikanan membuat petambak meninggalkan sistem polikultur dalam budidaya udang windu.

Di samping itu, risiko budidaya ikan bandeng hampir tidak ada, serta lebih mudah terserap pasar rumah tangga.

Saharuddin (39), petambak di Labakkang (60 kilometer utara Makassar), Rabu (23/2), mengatakan, tahun ini ia tak lagi membudidayakan udang setelah gagal panen pada tahun lalu. Dari 12.000 benih udang windu yang ditebar di tambak seluas 1 hektar, hanya 10 persen yang bisa dipanen atau setara 40 kilogram (kg).

Dengan harga jual udang windu Rp 40.000 per kg, Saharuddin hanya mendapat Rp 1,6 juta. Padahal, biaya operasional dari tahap persiapan tambak, masa tebar benih, hingga pemberian pakan selama 5 bulan menghabiskan modal Rp 3 juta.

”Saya sempat mencoba pola budidaya polikultur dengan mencampur udang windu dan bandeng dalam satu kolam. Namun, produksi tetap saja rendah karena virus bintik putih masih merebak,” tuturnya.

Minimnya pendampingan dari penyuluh terhadap mekanisme polikultur juga dikeluhkan Abdullah (34), petambak di Desa Kanaongan. Petambak tradisional kurang memahami persyaratan sistem polikultur, seperti penyesuaian jumlah benih yang ditebar dengan luas lahan, takaran pupuk organik, serta suhu dan kelembaban tambak.

Makmur (28), penyuluh yang bertugas di Pangkep, membenarkan minimnya tenaga penyuluh sebagai kendala utama. Pendampingan intensif sangat dibutuhkan untuk menuju kondisi tambak yang sehat.

Kepala Bidang Perikanan Budidaya Dinas Kelautan dan Perikanan Sulawesi Selatan Sulkaf Latief menuturkan, kekurangan tenaga penyuluh coba diatasi dengan memberdayakan tenaga teknis yang ada di kabupaten/kota. Jumlah penyuluh di tiap kabupaten/kota tidak sebanding dengan 36.000 petambak dengan luas tambak 100.000 hektar di Sulawesi Selatan. (RIZ)
Baca Selengkapnya...

Petani Tambak di BREBES Beralih ke Rumput Laut

BREBES, KOMPAS.com - Para petani tambak pada beberapa wilayah di Kabupaten Brebes, Jawa Tengah beralih ke budi daya rumput laut, akibat produksi bandeng dinilai sudah tidak menguntungkan. Hal itu seperti dilakukan para petani tambak di Desa Randusanga Wetan dan Randusanga Kulon, Kecamatan Brebes, Kabupaten Brebes.

Para petani menanam rumput laut pada tambak bandeng, menggunakan sistem tumpang sari dengan bandeng. Meskipun demikian, bandeng yang dipelihara hanya separuh dari kapasitas normal, karena hanya berfungsi sebagai pemakan parasit rumput laut.

Bukhori (61), petani tambak di Desa Randusanga Wetan, Rabu (27/4/2011) mengatakan, saat ini budi daya bandeng sudah tidak menguntungkan. Waktu pemeliharaan bandeng mencapai enam bulan, dengan produktivitas sekitar dua kwintal per hektar.

Dengan harga jual bandeng Rp 12.000 pe r kilogram, petani hanya mendapatkan sekitar Rp 2,4 juta sekali panen. Padahal, mereka harus mengeluarkan biaya pembelian benur (benih bandeng) sekitar Rp 300.000 per hektar.

Oleh karena itu, para petani tambak mencoba beralih ke budi daya rumput laut. Untuk budi daya rumput laut, mereka hanya membutuhkan satu kali tanam benih, dengan biaya sekitar Rp 1 juta per hektar.

Panen pertama bisa dilakukan setelah empat bulan penebaran benih, sedangkan panen-panen selanjutnya bisa dilakukan setiap dua bulan sekali. Dari satu hektar tambak, bisa dihasilkan sekitar 1,5 ton rumput laut, sekali panen.

Saat ini, harga rumput laut sekitar Rp 6.5000 per kilogram, sehingga petani bisa mendapatkan hasil sekitar Rp 9,75 juta sekali panen.

Agus Setiawan (30), petani tambak lainnya juga memilih menanam rumput laut pada tambak seluas dua hektar , karena tambak bandeng sudah tidak menguntungkan.

"Produksi bandeng terus menurun, akibat air tambak tergenang rob. Penghasilan rumput laut tiga kali penghasilan bandeng," katanya.

Meskipun demikian, ia masih tetap menanam bandeng pada tambak yang digunakan untuk budidaya rumput laut, karena bandeng berfungsi sebagai pemakan parasit. Namun untuk satu hektar tambak, hanya ditebar sekitar 1.000 hingga 2.000 benur. Padahal sesuai kapasitasnya, pada tambak seluas itu bisa ditebar sekitar 5.000 ekor benur.

Banyaknya petani yang beralih ke rumput laut, mengakibatkan peningkatan luas lahan tambak rumput laut. Menurut Kepala Desa Randusanga Wetan, Amir Mahmud, dalam setahun terakhir terjadi penambahan luas tambak rumput laut sekitar 100 hektar. Sebelumnya, luas tambak rumput laut hanya sekitar 200 hektar, namun saat ini mencapai 300 hektar.

Budi daya rumput laut juga mampu menyerap tenaga kerja dalam jumlah banyak. Bahkan saat ini, warga Randusanga Wetan mengaku kesulitan mencari kuli dari wilayahnya sendiri, karena sebagian besar warga telah bekerja di sektor budi daya rumput laut.

Selain di Desa Randusanga Wetan, kondisi serupa juga terjadi di Desa Randusanga Kulon, Kecamatan Brebes. Kepala Desa Randusanga Kulon, Ahmad Zaeni mengatakan, dalam setahun terakhir terjadi penambahan areal tambak rumput laut sekitar 400 hektar, dari sebelumnya sekitar 412 hektar menjadi 812 hektar.

Pada awal dikembangkannya budi daya rumput laut pada 2005, luas tambak rumput laut di Desa Randusanga Kulon hanya sekitar 100 hektar. Jumlah petani rumput laut juga bertambah dari sekitar 204 orang menjadi 350 orang. Menurut dia, budidaya rumput laut semakin berkembang, karena petani merasa lebih untung menanam rumput laut.

Harga Turun
Meskipun terus berkembang, saat ini para petani rumput laut pada dua desa tersebut sedang terkendala cuaca ekstrim. Panas terik yang diikuti hujan mengakibatkan rumput laut mudah mati.

Menurut Bukhori, akibat cuaca ekstrim, produksi rumput laut turun dari 1,5 ton menjadi satu ton per hektar, untuk sekali panen. Saat ini, harga rumput laut juga turun dari Rp 7.000 menjadi Rp 6. 500 per kilogram, akibat melimpahnya pasokan.

Selama ini, ia memasarkan rumput laut dari wilayah Randusanga Wetan ke perusahaan tebung agar-agar di Malang.

"Sekarang dari Palopo, Sulawesi sedang panen, sehingga harganya turun. Meskipun demikian, petani masih tetap untung," ujarnya.
Baca Selengkapnya...

Budidaya Kerapu Bisa Rusak Terumbu

KOMPAS.com — Budidaya kerapu merupakan salah satu upaya untuk mencegah pengambilan ikan karang tersebut secara langsung di alam. Namun, budidaya yang tidak efisien juga tetap bisa merusak ekosistem terumbu karang.

Demikian dikatakan Direktur Eksekutif LSM Mitra Bentala Herza Yulianto dalam acara Media Trip bersama WWF pada hari Senin (18/4/2011) di Lampung. Ia mengatakan, kerapu biasanya dibudidayakan di keramba apung di laut lepas yang kadang berada di wilayah yang terumbu karangnya masih bagus. Dengan demikian, kondisi lingkungan keramba secara langsung berpengaruh terhadap ekosistem terumbu karang.

Herza mengungkapkan, potensi kerusakan berasal dari material sisa budidaya. "Untuk kerapu, dampak limbahnya bisa lebih kritis karena langsung kontak dengan lingkungannya," ungkap Herza.

Akumulasi sisa pakan, misalnya, bisa mengendap di dasar laut dan terumbu karang. Sisa pakan bisa berubah menjadi zat racun dan mengakibatkan pemutihan terumbu karang. Di Lampung, akumulasi sudah terjadi di wilayah Tanjung Putus.

Menurut Herza, kerusakan masif terumbu karang memang belum terjadi saat ini, tetapi perlu diantisipasi. Ia menekankan penggunaan pakan yang efisien dan pemantauan dasar perairan untuk mendeteksi adanya akumulasi limbah.

Herza bersama timnya juga pernah mengembangkan rumpon untuk mengatasi masalah tersebut.  "Harapannya nanti sisa pakan bisa dimakan oleh ikan-ikan yang terkumpul di situ, tidak langsung ke dasar," urainya.

Zonasi dan perizinan

Sementara itu, Koordinator Program Akuakultur WWF Indonesia, Cut Desiana, mengatakan, untuk mengantisipasi dampak lingkungan akibat budidaya, perlu diupayakan peraturan tentang zonasi dan perizinan.

"Soal lingkungan misalnya, zonasi budidaya juga harus melihat wilayah-wilayah tertentu yang dilindungi, misalnya karena adanya terumbu karang, padang lamun, atau lokasi pemijahan ikan," jelasnya.

Menurut dia, peraturan zonasi yang dikeluarkan pemerintah saat ini belum cukup rigid. "Tata ruang pesisir ini banyak yang belum selesai. Pemerintah daerah belum aktif melakukan pendataan," ungkapnya.

Tentang perizinan, Desiana mengatakan, "Izin usaha harus di-screening bahwa lokasinya memang tepat, tidak ada potensi konflik, dilihat potensi wilayah dan kepadatannya seberapa besar."

Desi mengungkapkan bahwa studi tentang perizinan itu harus melihat daya dukung lingkungan. "Ini muaranya adalah adanya pembatasan nantinya, sesuai dengan daya dukung lingkungannya," katanya.

Menurut Desi, pemerintah harus mengadopsi standar yang kredibel dalam mengupayakan lingkungan budidaya yang baik. Selain itu, ia juga menggarisbawahi perlunya melihat akses masyarakat lokal sebab pantai merupakan fasilitas publik.

Desi mendefinisikan budidaya yang ideal dan berkelanjutan sebagai budidaya yang bertanggung jawab terhadap lingkungan dan sosial.
Baca Selengkapnya...

Kerang Abalone, si Mahal Penuh Manfaat

PERNAHKAH Anda mencicipi hidangan kerang Abalone? Sepertinya hidangan tersebut hanya diperuntukkan bagi masyarakat kelas atas. Karena, dengan harga yang selangit, tentu masyarakat menengah ke bawah tak akan mampu membelinya.

Tengok saja misalnya di Jakarta, banyak restoran khusus yang menyediakan menu berbahan dasar kerang abalone. Untuk mencicipi setiap potong abalone masak di restoran itu, setiap pengunjung minimal harus merogoh kocek sekitar Rp 1 juta per porsi. Asal tahu saja, itu bukan menu termahal. Soalnya ada juga menu abalone kering yang harga per ekornya mencapai Rp 13 juta, setara dengan harga sebuah sepeda motor.

Oleh karena itu, tak salah jika pengunjung yang sering memesan abalone adalah orang-orang berduit dan wisatawan mancanegara.  Di masa lalu, kerang abalone dikenal sebagai makanan para raja di Cina. Namun, kini Anda pun bisa menikmati kelezatan rasanya.

Di Cina, abalone dikenal sebagai makanan keberuntungan. Maka tak heran, menu berbahan dasar abalone selalu dicari. Menurut catatan sejarah, dalam pesta atau jamuan istimewa lain, abalone selalu menjadi makanan favorit yang tidak semua orang bisa mencicipinya. Selain karena mahal, kerang mata tujuh ini juga sulit ditemukan.
Eksklusif Sedangkan di Negeri Matahari Terbit, abalone (jenis kerang termasuk dalam keluarga holitoidae) tergolong jenis makanan laut sangat eksklusif, yang hanya dihidangkan di sejumlah hotel atau restoran berbintang dengan tarif paling murah Rp 1,5 juta per porsi.

Meskipun mahal, nyatanya penggemar abalone justru terus meningkat. Selain memiliki cita rasa tersendiri, jenis kerang ini terutama oleh masyarakat Jepang, juga diyakini sebagai makanan berkhasiat meningkatkan kebugaran serta bisa menyembuhkan berbagai penyakit, seperti gangguan ginjal.

Tapi ironinya, seluruh bahan baku masakan abalone yang disediakan di berbagai restoran kebanyakan masih diimpor dari Jepang, Meksiko, dan Afrika Selatan.

Selain dagingnya, banyak mahasiswa yang berkreasi dengan mengubah cangkang abalone menjadi perhiasan seperti gantungan kunci, liontin dan aksesoris topi. Jika diolah dengan baik, tentu harganya bisa menambah pendapatan masyarakat.

Secara umum, cara memasak kerang ini hanya disteam, lalu disajikan dengan saus yang dibuat khusus. Yang membedakan adalah proses memasaknya. Seperti abalone yang berasal dari Mexico, biasanya dimasak selama sekitar enam jam.

Bahkan, untuk memasak abalone kering dibutuhkan waktu hingga tiga hari. Koki yang tidak terbiasa memasaknya pasti akan kesulitan. Mereka seringkali bukannya membuat masakan jadi enak, tapi malah membuat daging abalone jadi keras. Karena itu, sebaiknya untuk memasak abalone harus ditangani koki berpengalaman.
Mirip Telinga Sosok hewan laut ini sepintas mirip daun telinga. Itu pula sebabnya oleh para nelayan disebut kerang telinga laut. Di dunia, diperkirakan ada sekitar 70 jenis abalone. Sekitar setengah dari jumlah tersebut hidup di perairan sekitar Indonesia dan Filipina.

Abalone mempunyai situ cangkang yang terletak pada bagian atas. Pada cangkang tersebut terdapat lubang-lubang dengan jumlah yang sesuai ukuran abalone. Semakin besar ukuran, makin banyak lubang yang terdapat pada cangkang.

Cangkang biasanya berbentuk telinga, rata, dan tidak memiliki overculum. Bagian cangkang sebelah dalam berwarna putih mengkilap, seperti perak.  Kerang Abalone biasa ditemukan pada daerah yang berkarang, yang sekaligus dipergunakan sebagai tempat menempel.

Kerang abalone bergerak dan berpindah tempat menggunakan satu organ, yaitu kaki. Gerakan kaki yang sangat lambat, sangat memudahkan predator untuk memangsanya.

Pada siang hari atau suasana terang, kerang abalone lebih cenderung bersembunyi di karang-karang dan pada malam atau gelap lebih aktif melakukan gerakan berpindah tempat.
Kualitas Air Ditinjau dari segi perairan, kehidupan abalone sangat dipengaruhi kualitas air. Secara umum, spesies kerang ini mempunyai toleransi terhadap suhu air yang berbeda-beda.

Penyebarannya sangat terbatas. Tidak semua pantai berkarang terdapat abalone. Secara umum, abalone tidak ditemukan di daerah estuaria, yaitu pertemuan air laut dan tawar, yang biasa terjadi di muara sungai.

Ini mungkin disebabkan oleh beberapa faktor, di antaranya adanya air tawar sehingga fluktuasi salinitas yang sering terjadi, tingkat kekeruhan air yang lebih tinggi dan kemungkinan juga karena konsentrasi oksigen yang rendah.
Kerang abalone merupakan hewan herbivora, yaitu pemakan tumbuh-tumbuhan dan aktif makan pada suasana gelap. Jenis makanannya adalah seaweed yang biasa disebut makro alga.

Selama ini untuk mendapatkan jenis kerang bercangkang tunggal itu hanya mengandalkan hasil tangkapan para nelayan, terutama di perairan Nusa Tenggara Barat, khususnya sekitar Pulau lombok, Flores, Bali dan Sulawesi. Tapi, boleh jadi karena kebutuhan makin tinggi, belakangan hasil tangkapan dari alam jumlahnya terus merosot. Malah, untuk mendapatkan abalone yang bermutu pun makin sulit.

Pasalnya, jenis kerang yang senang hidup di dasar laut dan menempel di bebatuan ini rentan terhadap pencemaran. Terlebih lagi, karena hanya memiliki satu cangkang sehingga gerakannya sangat lambat dan hewan ini jadi mudah disantap oleh predator laut lain.

Sehingga tak mengherankan, jika Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP), mulai menggalakkan budidaya abalone. Selain mengembangkan teknik budidayanya, kini bersama sejumlah pengusaha asal Jepang, DKP juga tengah membangun lembaga riset di Bali yang khusus menangani penelitian dan pengembangan abalone. Menariknya lagi hasil produksi dari proyek budidaya ini sudah siap dibeli Kyowa Concrete Industries.

Tentunya saat ini abalone merupakan salah satu jenis kerang yang telah menjadi komoditi perikanan dunia, yang saat ini sedang mengalami peningkatan permintaan terutama dari pasar intenasional. Jepang, Cina, dan Hongkong.
Prospek Bagus Ketiga Negara ini merupakan konsumen terbesar abalone hingga saat ini (Grubert, 2005). Kandungan nutrisinya yang tinggi (Stevens, 2003) serta rasanya yang nikmat merupakan salah satu faktor yang menyebabkan mengapa permintaan akan komoditas ini terus mengalami peningkatan.

Untuk itulah tak salah jika bisnis budidaya abalone tampaknya memiliki prospek cukup bagus. Di negara-negara seperti Jepang,  Selandia Baru, Australia, Amerika Serikat, Mexico, dan Afrika Selatan, teknologi budidaya abalone telah berhasil dikembangkan (Grubert, 2005).

Di Indonesia budidaya komoditi ini masih dalam tahap pengembangan, dan untuk memenuhi permintaan pasar masih mengandalkan hasil tangkapan dari alam. Namun di sisi lain, kegiatan tersebut dapat mengancam keberadaan populasi abalone di alam jika dilakukan terus-menerus.

Oleh karena itu, teknik budidaya abalone harus segera dikembangkan dan dilaksanakan untuk mengurangi tekanan penangkapan terhadap populasinya di alam.

Selain itu, melalui budidaya permintaan pasar yang terus meningkat dapat dipenuhi tanpa harus melakukan kegiatan penangkapan. Anda tertarik untuk ikut serta membudidayakannya? Selamat mencoba. (Dela SY, dari berbagai sumber-12)
Baca Selengkapnya...

Jepang Gemari Produk Ikan Asal Bantaeng

                         Ikan tuna kualitas terbaik lebih banyak diekspor ke Jepang.


BANTAENG, KOMPAS.com — Industri pengolahan ikan PT Global Seafood Internasional Indonesia, Kabupaten Bantaeng, Sulawesi Selatan, mengekspor sekitar 20 ton produk surimi dan ikan fillet ke Jepang, Sabtu (23/4/2011), dengan menggunakan kontainer berpendingin dengan suhu minus 20 celsius.

Kendati bencana tsunami melanda Negeri Sakura tersebut, tetapi hal itu tidak memengaruhi permintaan ekspor surimi dan ikan fillet dari industri pengolahan ikan yang berdiri di Kabupaten Bantaeng ini.

"Sebelumnya sudah ada 13 kontainer yang telah dikirim ke Jepang. Surimi yang berbahan dasar ikan kurisi, sarden, dan ikan terbang ini menjadi bahan baku utama untuk pembuatan kamaboko, fish ball, nugget di Jepang," ujar Production Manager PT Global Seafood Internasional Indonesia, Afandy.

Tingkat kebutuhan surimi di Jepang, lanjut Afandy, masih cukup tinggi. Karena tingginya permintaan produk makanan berbahan dasar ikan, pihaknya kesulitan memenuhi permintaan. Kurangnya bahan baku akibat faktor cuaca dan musim merupakan salah satu penyebab sulitnya memenuhi permintaan.

"Untuk menyiasati hal ini, kami mulai mencari bahan baku dari jenis ikan lain yang sumber bahan bakunya cukup. Selain itu, kami juga mulai mendiversifikasi produk selain frozen surimi, seperti frozen fish pelagis dan demersal, frozen octopus (gurita), fillet ikan," jelasnya.

Selain produk surimi dan ikan fillet, pengolahan ikan ini juga rencananya akan mengolah tuna beku dan khusus segmen pasar dalam negeri. Produk ini rencananya akan dipasarkan dengan produk fish ball atau bakso ikan. Untuk pengolahan ikan, pihak PT Global Seafood Internasional Indonesia mempekerjakan lebih kurang 100 karyawan yang merupakan penduduk asli Kabupaten Bantaeng.
Baca Selengkapnya...

Mencabut Duri Ikan Bandeng

KOMPAS.com - Bandeng termasuk jenis ikan yang mudah didapat, aman, dan mudah pula diolah menjadi berbagai macam hidangan. Namun meskipun rasanya lezat, banyak orang yang ragu mengonsumsi bandeng.

Penyebabnya, apa lagi kalau bukan durinya yang luar biasa banyak. Jumlah duri halus bagian dorsal (sirip belakang) sekitar 86-88, lateral (rusuk) 40-44, ventral (sirip perut) 44-48, dan tulang rusuk 26-28.

Bila Anda ingin membuat bandeng tanpa duri, Anda bisa mencobanya sendiri di rumah. Sediakan bandeng ukuran 25-30 cm, dan pisau tajam, talenan, dan pinset pencabut duri. Caranya mudah:
1. Sayat bagian punggung ikan, dari kepala hingga ke bagian pangkal ekor.
2. Buang isi perut bandeng, cuci hingga bersih.
3. Taruh di atas talenan, sayat dengan hati-hati tulang bagian tengah.
4. Sayat daging bandeng bagian dorsal, lateral, dan ventral, karena di bagian itu terdapat duri-duri halus.
5. Cabut duri dalam daging yang telah tersayat dengan pinset.


Sumber: Majalah IdeBisnis
Baca Selengkapnya...

Pilihan Ikan Segar Kaya Gizi

Gbr. Ikan ekor kuning banyak sekali durinya, namun enak untuk digoreng dan dibuat ikan acar kuning.


KOMPAS.com - Sungguh rugi jika Anda “alergi“ ikan, pasalnya olahan ikan menyehatkan jantung. Aneka pilihan ikan pun merajai pasar. Pilih ikan yang segar, dengan cara mengolah yang pintar, agar kandungan nutrisinya tak terbuang.

Ekor kuning
Warnanya kuning keemasan (pada pinggiran sirip dan ekor), bernoktah kuning di bawah sirip dorsal, dan dari ekor ke arah insang terdapat garis menyerupai anak panah berwarna. Ikan yang termasuk keluarga kakap ini banyak sekali durinya, namun enak untuk digoreng dan dibuat ikan acar kuning.

Ikan kue
Selain dibakar atau dipanggang, ikan ini bisa dimasak dengan bumbu cabai yang pedas, gulai, atau sup kepala ikan.

Ikan layur
Ikan laut ini mudah dikenali karena panjang dan ramping. Biasanya diolah menjadi sashimi atau dibakar. Ikan ini disukai karena dagingnya yang kenyal dan tidak terlalu amis, serta duri dan tulangnya mudah dilepas.

Ikan ayam-ayaman
Daging dan kulitnya tebal, sehingga lebih baik bila saat membelinya langsung minta dilepas kulitnya. Atau, dibakar supaya kulitnya hancur atau mudah dibuka, dan bumbui dengan aneka saus (bahkan dengan sambal kecap pun rasanya lezat).

Ikan sebelah
Rasanya gurih, apalagi jika dibumbui taoco dan bawang. Tambahkan sayuran agar nutrisinya makin komplet.

Ikan baronang
Harganya cukup mahal, namun begitu disukai dan banyak diolah untuk ikan bakar atau dibuat ikan asin.

Ikan kakap merah
Mudah mendapatkan ikan ini di pasar dan jadi idola sejak dulu, apalagi untuk masakan China.

Memilih ikan yang segar
1. Warna kulitnya terang dan cerah.
2. Daging ikan bila ditekan terasa keras.
3. Mata jernih menonjol dan cembung.
4. Sisik ikan segar masih kuat melekat kuat dan mengilat, sisik masih utuh, tidak banyak yang lepas.
5. Insang berwarna merah.
6. Sirip kuat.
7. Kulit dan daging ikan tidak mudah robek, terutama pada bagian perut, dan tidak berbau busuk.

(Tabloid Nova/Nuraini W)
Baca Selengkapnya...

Revisi UU No.31 Tahun 2004 tentang Perikanan;Selamatkan Nelayan Tradisional dan Keberlanjutan Ikan

“Paradigma yang keliru atas pemaknaan perikanan, yakni hanya berorientasi bisnis telah menempatkan kegiatan perikanan menjadi komoditas industri semata. Sedangkan perikanan sebagai basis ekonomi kerakyatan, sebagai sumber pangan, atau bahkan sebagai identitas bangsa, praktis diabaikan oleh UU ini,” ujar M. Riza Damanik sesaat setelah berdialog dengan Komisi IV DPR RI di Ruang Rapat KK-IV DPR RI, Jalan Jenderal Gatot Subroto, Jakarta 10270.
 
Hal ini berdampak pada krisis perikanan yang kian menampakkan wujudnya. “Krisis perikanan ini bermula dari menurunnya tangkapan ikan, meningkatnya konflik perikanan, meningkatnya impor perikanan, hingga tutupnya sejumlah industri perikanan akibat tiadanya bahan baku di sejumlah daerah. Belum lagi pencurian ikan secara ilegal yang kian aktif dan masif menjalankan operasinya di wilayah perairan Indonesia,” jelas Muhammad Karim, Direktur Eksekutif COMMIT.

Lebih parah lagi, UU No. 31 Tahun 2004 tentang Perikanan ini tak memiliki keberpihakan dan perlindungan terhadap nelayan tradisional. Malahan UU ini kian memiskinkan nelayan tradisional. “Dilegalkannya trawl di Kalimantan Timur dengan dalih menyejahterakan nelayan tradisional adalah kebijakan yang kontraproduktif,” tambah Dedy Ramanta, Sekretaris Nasional KNTI.

Bertolak dari pelbagai persoalan di atas, Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA), Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI), dan Pusat Kajian Pembangunan Kelautan dan Peradaban Maritim (COMMIT) mendesak DPR RI untuk mengarus-utamakan beberapa hal di bawah ini dalam proses peninjauan kembali UU No. 31 Tahun 2004 tentang Perikanan, yakni:

Pertama, mengubah paradigma UU No. 31 Tahun 2004 tentang Perikanan yang terlampau pro-industrialisasi perikanan dan sumber daya kelautan, karena telah terbukti tidak mampu menyelesaikan persoalan perikanan secara utuh. Paradigma baru yang mesti diusung adalah dengan menempatkan kegiatan perikanan sebagai sumber pangan, pemenuhan ekonomi kerakyatan sekaligus sebagai identitas bangsa.

Kedua, menekankan pentingnya negara memberikan pengakuan dan perlindungan terhadap perairan tangkap tradisional. Hal ini penting agar daerah operasi penangkapan tidak diserbu kegiatan perikanan modern, baik yang legal maupun ilegal, domestik maupun asing. Hal terpenting lainnya adalah agar laut tak lagi dimaknai sebagai “tong sampah raksasa” limbah-limbah industri.

Ketiga, mengantisipasi dampak perubahan iklim yang kian nyata di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil. Bentuk antisipasi negara dapat dilakukan dengan memberikan jaminan atas asuransi keselamatan jiwa dan akses informasi menyangkut ketepatan waktu melaut dan perlindungan wilayah tangkap tradisional. Inilah hak terdasar warga negara Indonesia yang berprofesi sebagai nelayan tradisional.

Keempat, perlunya melakukan jeda (moratorium) perikanan di wilayah pengelolaan perikanan (WPP) yang sudah mengalami penangkapan ikan berlebih (overfishing), misalnya Laut Arafura. Apalagi sejak tahun 1950-2006, perairan ZEE Samudera Pasifik telah berkontribusi dalam penangkapan ikan di Indonesia ketimbang Samudera Hindia (Suhana 2009). Hal ini cukup mengkhawatirkan jika tidak dibarengi dengan pengelolaan yang serius.

Kelima, penegasan atas definisi jenis alat tangkap yang dilarang, khususnya trawl, sehingga memberi panduan bagi penegak hukum untuk melakukan penangkapan dan penghukuman. Selain modifikasi dan nomenklatur yang berbeda-beda, misalnya ada penyebutan jaring arad, trawl telah merenggut nyawa nelayan tradisional di Pantai Timur Sumatera, perairan Kalimantan Barat, dan pesisir Kalimantan Timur, ketidakmampuan nelayan tradisional menghadapi serbuan pemakai trawl. Inilah urgensi penegasan atas definisi alat tangkap yang dilarang.

Keenam, pentingnya memasukkan klausul mengenai pengaturan Stock Assesment sumber daya perikanan tangkap atau budidaya di laut maupun perairan umum. Sebab, UU No. 31 Tahun 2004 tentang Perikanan terkesan berpusat pada perikanan laut dan kurang mengakomodasi perikanan budidaya perairan umum. Jika pencemaran terjadi di perairan danau, sungai, rawa, dan lebak-lebung, terdapat kesulitan dalam melakukan penyidikan dan proses pengadilan. Mengapa demikian? Karena UU No. 31 Tahun 2004 tentang Perikanan hanya mengadili kejahatan perikanan laut. Padahal, persoalan ini sudah terjadi di Danau Sentarum, Kalimantan Barat, dan Sungai Mahakam, Kalimantan Timur (AD).

Sumber: kiara
             suluhnusantara
Baca Selengkapnya...

Program Minapolitan Perlu 15 Ribu Penyuluh

Kegiatan penyuluhan perikanan menjadi salah satu syarat mutlak keberhasilan pembangunan Kelautan dan Perikanan seperti program Minapolitan. Hingga tahun 2014 masih diperlukan tidak kurang dari 15 ribu penyuluh perikanan untuk seluruh Indonesia.

Menteri Kelautan dan Perikanan, Fadel Muhammad pada saat melakukan Temu Wicara dengan penyuluh perikanan dan Pimpinan Badan Kepegawaian Daerah serta Pimpinan Lembaga Penyuluhan Provinsi, Kabupaten/Kota se-Indonesia di Jakarta, belum lama ini, menjelaskan penyuluh perikanan berperan sebagai fasilitator dan pendamping bagi para pelaku utama atau pelaku usaha perikanan dalam menerapkan teknologi penangkapan, teknologi budidaya ikan serta teknologi pengolahan hasil perikanan.

Minapolitan sendiri merupakan strategi pertama Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dalam melaksanakan arah kebijakan pro poor, pro job, pro growth, dan pro sustainability pada tahun 2010-2014.

Diperkirakan pada tahun 2014 dibutuhkan 15.350 orang tenaga penyuluh untuk menjadikan penyuluh sebagai penggerak pembangunan perikanan. Sampai saat ini baru tercatat 3.203 Penyuluh Perikanan.

“Berpijak pada fakta tersebut, pemerintah daerah dituntut dapat merekrut 3 orang tenaga Penyuluh Perikanan dengan latar belakang kompetensi yang sesuai, pada setiap kecamatan yang memiliki potensi perikanan”, ujar Menteri.

Profesionalisme Penyuluh

Dalam mengembangkan kawasan minapolitan dengan pendekatan penyuluhan, kecakapan dan profesionalisme penyuluh menjadi sangat penting. Oleh karena itu, KKP perlu memfasilitasi peningkatan kapasitas pelaku utama sebagaimana amanat UU Nomor 16 Tahun 2006.

Upaya KKP dalam rangka meningkatkan profesionalisme penyuluh perikanan adalah melalui program sertifikasi penyuluh perikanan. Program ini dimaksudkan untuk standarisasi kompetensi penyuluh perikanan sesuai dengan kebutuhan. Hasil akhir yang ingin dicapai dari upaya tersebut adalah peningkatan produksi dari kelompok pelaku utama (usaha) perikanan serta peningkatan pendapatan anggotanya.

Sumber: sinartani
Baca Selengkapnya...

Permasalahan Menuju Swasembada Garam

Kapasitas produksi tambak garam di Pati sangat potensial untuk bisa ditingkatkan. Tetapi dalam pelaksanaannya banyak kendala yang dihadapi di lapangan, seperti yang dikemukakan oleh Menteri Kelautan dan Perikanan.

Di antara berbagai kendala tersebut, yang paling utama dirasakan di Kabupaten Pati adalah kurang berfungsinya prasarana infrastruktur untuk produksi garam dan lemahnya posisi tawar petambak garam.

Infrastruktur jaringan irigasi tambak yang ada di sentra-sentra produksi garam keadaannya sekarang sangat memprihatinkan. Pendangkalan yang terjadi pada jaringan irigasi sungai saat ini sangat parah, yang menyebabkan tidak lancarnya aliran air dari laut menuju ke tambak-tambak garam.

Sehingga menyebabkan produksi garam menjadi tidak optimal. Seringkali masalah air sungai ini juga menimbulkan konflik antar petambak garam, walaupun sudah ada gerakan gotong royong untuk melakukan pendalaman air sungai. Tetapi hal ini kurang berhasil karena pengerukannya yang dilakukan secara manual dengan tenaga manusia tidak terlalu dalam, sedangkan kecepatan pendangkalannya berlangsung sedemikian cepatnya.

Mengatasi masalah di atas, pembenahan jaringan irigasi tambak secara sistematis sangat diperlukan. Pembenahan secara sistematis ini meliputi pengerukan aliran sungai dengan menggunakan alat-alat berat serta pemeliharaannya dengan menggunakan perahu pengaduk lumpur.

Hal ini dilakukan supaya setelah dilakukan pengerukan, saluran sungai tidak cepat mengalami pendangkalan karena lumpur akan diaduk dengan menggunakan perahu ini. Sehingga sewaktu terjadi air pasang, lumpur akan terbawa kembali ke laut. Perlu juga diperhatikan dalam perencanaan pelaksanaan pengerukan haruslah juga dirancang dengan cermat.

Karena kadangkala jadwal waktu proses lelang dalam menentukan pemborong yang melakukan pekerjaan pengerukan tidak tepat dan berlarut–larut. Menyebabkan pelaksanaan pengerukan dilakukan setelah musim kemarau selesai, yang tentu saja hal ini tidak memberi manfaat bagi petambak garam.

Sumber: sinartani
Baca Selengkapnya...

Pemerintah Kurangi Impor Produk Perikanan

Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) akan mengurangi impor dengan memperketat masuknya produk perikanan melalui Peraturan Menteri tentang mutu dan keamanan hasil perikanan.

Sekretaris Ditjen Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan (P2HP) Kementerian Kelautan dan Perikanan Victor PH. Nikijuluw dalam jumpa pers di Jakarta, pekan lalu mengatakan, hal ini serupa dengan yang dilakukan oleh negara-negara maju seperti Uni Eropa sebagai negara tujuan ekspor produk perikanan Indonesia.

Victor menjelaskan, pemberitaan pada akhir bulan ini berkembang seolah impor perikanan sangat besar sekitar 32 persen sementara peningkatan ekspor kwartal pertama pada 2010 sekitar 8 persen. Hal ini merupakan isu yang menarik termasuk anggota DPR ikut menanyakan mengenai hal ini.

Impor yang meningkat tinggi sulit dihindari karena komposisinya. Dari data Kementerian Kelautan dan Perikanan menyatakan impor produk perikanan pada 2010 sebesar 100,8 juta ton dengan nilai USD 103,5 juta atau sebesar 32 persen yang terdiri dari ikan segar beku sebesar 43 juta ton dengan nilai USD 37 juta untuk jenis ikan salmon.

Impor dalam bentuk tepung udang dan tepung ikan sebesar 26,7 persen terdiri dari tepung udang sebesar 14,7 persen dan tepung ikan sebesar 12 persen, sedangkan jenis impor lainnya yaitu lemak dan minyak ikan sebesar 8 persen.

Ikan Sub Tropis

Victor menilai, impor ikan segar beku itu yang menyebabkan impor menjadi besar. Ikan segar beku ini adalah jenis ikan yang berasal dari perairan sub tropis seperti ikan salmon.

Kita tidak bisa menghindari impor ikan jenis ini karena jumlah orang asing yang tinggal di Indonesia cukup banyak dan jenis ikan ini banyak dikonsumsi oleh mereka.

Begitupun jenis ikan Norwegian salmon dari Norwegia dan Tazmanian salmon dari Tazmania, kedua jenis ikan ini tidak ada di pasaran sehingga Indonesia harus impor untuk memenuhi kebutuhan konsumsi orang asing yang tinggal di Indonesia, di samping itu harganya juga sangat mahal.

Sedangkan Impor jenis tepung udang dan ikan digunakan untuk sektor peternakan seperti pakan untuk ayam broiler serta sektor budidaya perikanan. Impor jenis inipun sulit dihindari karena produksi dalam negeri belum bisa mencukupi sebab bahan tersebut merupakan bahan pakan yang baik untuk peternakan maupun budidaya perikanan, imbuhnya.

Pemerintah pun menegaskan tekadnya untuk mengurangi impor apalagi impor yang dilakukan selama ini tidak hanya impor ikan besar tetapi juga ada impor ikan asin dari India, agar-agar, termasuk makanan udang.

Sumber: sinartani
Baca Selengkapnya...

ACIAR dan BBAP TAKALAR Bangkitkan Udang Windu Sulawesi Selatan

Sejarah mencatat kalau Sulawesi Selatan pernah menjadi produsen udang windu terkemuka di tahun 1980-1990. Namun karena serangan penyakit yang disebabkan oleh virus di awal 1991 menyebabkan ribuan hektar tambak udang di Sulsel mengalami gagal panen. Selanjutnya produksi udang windu terus merosot dan sulit untuk bangkit kembali.

Untuk mengembalikan masa keemasan udang windu maka Australian Centre for International Agricultural Research (ACIAR) kerjasama dengan Balai Budidaya Air Payau (BBAP) Takalar Sulawesi Selatan mengembangkan teknologi Basic Management Practis (BMPs) di kabupaten Pinrang, Pangkep dan kabupaten Sinjai.

Koordinator ACIAR untuk Asia, Dr. Richard B. Callinan mengatakan proyek kerjasama Australia dengan Indonesia bertujuan untuk meningkatkan produktifitas udang windu. Di Sulawesi Selatan kerjasama tersebut sudah berjalan dua tahun yakni tahun 2008-2009 di kabupaten Pinrang dan Pangkep. Untuk tahun 2010 dilanjutkan di kabupaten Sinjai.

"Sudah dua tahun berjalan tentu ada yang sukses ada juga yang gagal, kegagalan itu sebagai pengalaman mengapa bisa gagal sehingga kita akan cari solusinya," kata Dr. Richard B. Callinan di hadapan peserta Training BMPs untuk petugas teknis dan penyuluh perikanan di BBAP Takalar, belum lama ini.

Dipilihnya udang windu sebagai komoditi unggulan yang harus dibangkitkan karena identik dengan kegiatan masyarakat petambak Sulawesi Selatan. "Walau banyak masalah di udang windu petani tetap membudidayakan karena sudah menjadi tradisi di daerah ini," kata kepala BBAP Takalar Sugeng Raharjo, A.Pi.

Teknologi BMPs yang dikembangkan ACIAR pada intinya mengikuti kaidah-kaidah cara budidaya ikan yang baik dan ramah lingkungan.

Sumber: sinartani
Baca Selengkapnya...

Trend Ikan Hias Jakarta

Budidaya ikan hias air tawar masih prospektif dan peluang pasarnya terbuka luas. Sehingga, budidaya ikan hias air tawar mampu memberikan kehidupan bagi banyak orang. Budidaya ikan hias air tawar bisa dilakukan dalam skala rumah tangga ataupun dalam skala menengah ke atas.

Tak jarang pembudidaya yang semula menekuni budidaya ikan konsumsi seperti ikan lele, nila, gurame dan lain sebagainya beralih menekuni budidaya ikan hias. Hal itu dikarenakan potensi ekonomi budidaya ikan hias lebih menggiurkan dibandingkan dengan ikan konsumsi.

Ikan hias air tawar seperti Koi hingga saat ini masih menjadi trend di pasaran. Biasanya, masyarakat kelas menengah ke atas menyukai ikan hias Koi karena warnanya dan bentuknya yang indah. Selain Koi, ikan hias seperti Diskus, Manvis, dan Cupang (baik yang diadu dan ada yang dipelihara karena warnanya yang eksotis, red) juga banyak diburu pecinta ikan hias.

Seperti ikan hias Cupang banyak dibudidaya masyarakat dalam skala rumah tangga. Contohnya di Slipi, Jakarta Barat, sejumlah pembudidaya sudah berhasil membuat persilangan antar ikan Cupang sehingga menghasilkan bentuk dan warna ikan Cupang yang eksotis. ”Selain ada yang dipelihara karena eksotisnya, ikan hias Cupang banyak yang dipelihara untuk diadu,” papar Direktur Usaha Budidaya Direktorat Jenderal (Dirjen) Perikanan Budidaya Dr. Ir. Tri Haryanto, di Jakarta, belum lama ini.

Harga ikan Cupang ada yang hanya Rp 5.000/ekor, tapi ada juga yang dijual dengan harga yang mencapai ratusan ribu. Sedangkan pembudidaya ikan Koi umumnya dilakukan masyarakat menengah ke atas. Budidaya ikan hias jenis ini perlu lahan yang agak luas. Untuk pendederan paling tidak diperlukan kolam seluas 5.000 m2. Dari luas kolam tersebut bisa digunakan untuk pendederan 10.000 benih ikan Koi. Nah, dari 10.000 ikan Koi nantinya yang akan diambil hanya sekitar 1 persennya.

Sehingga, banyak ikan Koi yang rijek karena pembudidaya hanya akan mengambil ikan Koi yang warna dan bentuk fisiknya menarik. ”Karena itu ikan Koi yang berkualitas I atau A harganya bisa ratusan juta rupiah. Ikan Koi juga ada grade-nya, dari A-C. Nah, kalau yang warna dan bentuknya kurang bagus harganya sekitar Rp 50 ribu-Rp 100 ribu per ekor,” kata Tri Haryanto.

Ikan Koi yang habitat aslinya dari Jepang ini memang termasuk ragam ikan hias air tawar yang bernilai ekonomi tinggi. Selain Koi, ada sejumlah ikan hias yang bernilai ekonomi tinggi seperti Manfish, Koki, Niasa, Redfin, Lemon, Komet, Sumatra barb, Black Ghost, Aligator, Arwana dan ikan hias jenis lainnya. Ikan-ikan hias tersebut merupakan ikan hias yang biasa dicari penghobi dan dibudidayakan petani ikan.

Sumber: sinartani
Baca Selengkapnya...

Tahun 2011 Pemerintah Cetak 32 Ribu Hektar Tambak Garam

Kementerian Kelautan dan Perikanan mentargetkan sepanjang tahun 2011 akan tercetak tidak kurang dari 32 ribu hektar lahan tambak garam yang baru. Pencetakan tambak baru ini ditujukan untuk mencapai swasembada garam nasional.

Menteri Kelautan dan Perikanan, Fadel Muhammad saat mendampingi kunjungan kerja Wakil Presiden RI ke Ende Nusa Tenggara Timur, pekan lalu menjelaskan, untuk mewujudkan swasembada garam konsumsi pada tahun 2012 dan garam industri tahun 2015, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menyiapkan anggaran sebesar Rp. 90 miliar yang akan didistribusikan ke 40 kabupaten kota di 10 provinsi.

“Anggaran sebesar Rp. 90 miliar tersebut akan disalurkan melalui Program Pemberdayaan Usaha Garam Rakyat (PUGAR)” ujar Fadel.

Sebelumnya Fadel pernah mengungkap bahwa dari anggaran sebesar Rp. 90 M tersebut, komponen terbesar kegiatan ini berupa Bantuan Langsung Masyarakat (BLM) sebesar 70 % dari total anggaran yaitu Rp. 63 M dan sisanya sebesar Rp. 27 M dipergunakan untuk administrasi kegiatan pada Kabupaten/Kota lokasi sasaran.

BLM yang bukan berupa uang tunai ini ditujukan kepada kelompok masyarakat petambak garam (penggarap) yang pemanfaatannya adalah untuk pengembangan usaha garam rakyat berupa sarana dan prasarana produksi, pengembangan kapasitas SDM dan kelembagaan petambak garam.

BLM yang disalurkan kepada kelompok masyarakat petambak garam sesuai usulan Tim Pemberdayaan Masyarakat yang diajukan melalui proposal sederhana dengan menggunakan prinsip bottom up.

Sementara itu, di hadapan masyarakat dan Wakil Presiden Budiono, Fadel mengatakan, dengan alokasi anggaran tersebut maka diharapkan pada tahun 2011 akan terdapat 32 ribu hektar lahan tambak garam baru di 10 provinsi yakni Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara, dan Gorontalo.

Sumber: sinartani
Baca Selengkapnya...

KKP Kerjasama dengan BUMN dan Swasta Kelola Pulau Kecil

Kementerian Kelautan dan Perikanan menggandeng Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan swasta dalam mengelola pulau-pulau kecil melalui Program Corporate Social Responsibility (CSR) atau Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL). Program adopsi pulau ini bertujuan mendorong pergerakan perekonomian lokal.

Menteri Kelautan dan Perikanan Fadel Muhammad mengatakan dalam upaya mendukung program tersebut, KKP telah melakukan kerjasama dengan beberapa perusahaan swasta, seperti Conoco Philips Indonesia Inc Ltd, Premier Oil Natuna Sea BV, Star Energy (Kakap) Ltd, PT International Nickel Indonesia Tbk dan Medco Energy. “Beberapa perusahan tersebut telah menunjukkan komitmennya untuk memberikan kontribusi terhadap kegiatan pemberdayaan masyarakat kelautan dan perikanan,” ujar Fadel Muhammad pada acara Forum “Program Adopsi Pulau” di Jakarta, Rabu (19/1).

Fadel menambahkan KKP telah menawarkan 20 pulau kecil yang potensial untuk Program Adopsi tersebut di antaranya Pulau Lepar, Enggano, Kemujan, Maradapan, Maratua, Sebatik, Siantar, Gilik Belek, Pasaran, Dullah, Koloray, Alor, Mansuar, Battoa, Selayar, Samatellu Pedda, Lingayan, Manado Tua, Gangga dan Mentehage.

Salah satu langkah pengembangan usaha di pulau-pulau kecil adalah pembangunan yang bersumber dari dana CSR. Setidaknya terdapat lima aspek dalam CSR, yaitu dimensi sosial, ekonomi, lingkungan, fokus pada pemangku kepentingan dan bersifat voluntary.

Dijelaskan, kegiatan ini diawali dengan pembangunan masyarakat melalui pengembangan aspek sosialnya, tanpa harus menuntut profit dan pengembalian dana yang diinvestasikan.

KKP menawarkan menu kegiatan yang dapat dikembangkan perusahaan atau BUMN meliputi rehabilitasi ekosistem pulau-pulau kecil, pembangunan sarana dan prasarana yang mendukung usaha masyarakat, penguatan permodalan Lembaga Keuangan Mikro (LKM), pengembangan usaha mikro di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, pengembangan mata pencaharian alternatif yang memanfaatkan potensi SDA pesisir dan pulau-pulau kecil setempat.

Sumber: sinartani
Baca Selengkapnya...

Peran Penyuluh Ditingkatkan Melalui Gempita

Menteri Kelautan dan Perikanan, Fadel Muhammad meluncurkan Gerakan Nasional Masyarakat Minapolitan (GEMPITA) belum lama ini, di Sekolah Usaha Perikanan Menengah Negeri (SUPM-N) Pariaman, Sumatera Barat. GEMPITA adalah kemasan penyuluhan baru yang dipromosikan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) untuk mendorong kesadaran wirausaha masyarakat dengan basis pemberdayaan dan pemanfaatan sumber hayati kelautan dan perikanan.

“KKP akan terus memprioritaskan kegiatan-kegiatan yang bersentuhan langsung dengan masyarakat, yang membantu mengatasi kemiskinan dan keterbelakangan. Oleh karena itu, peranan penyuluhan yang inovatif dan atraktif menjadi amat penting” tegas Fadel.

Program GEMPITA antara lain dilaksanakan melalui lomba Kelompencapir (Kelompok Pendengar, Pembaca dan Pemirsa) Mina Bahari. Lomba ini adalah ajang kolaborasi sekaligus kompetisi sehat kelompok pembudidaya dan nelayan seluruh Indonesia, yang disiarkan secara langsung melalui jaringan media massa.
Setelah acara peluncuran, GEMPITA akan dilaksanakan setiap bulan mulai tahun 2011 dengan melibatkan peserta dari seluruh provinsi di Indonesia. Rencananya, babak penyisihan akan dilakukan di 11 provinsi mulai Januari hingga November. Selanjutnya, pada Desember 2011 babak final diselenggarakan di Jakarta.

Menurut Fadel, GEMPITA sejalan dengan kegiatan-kegiatan KKP yang mendorong keikutsertaan masyarakat pedesaan di sentra-sentra produksi dalam kawasan Minapolitan. Kegiatan yang dimaksud antara lain berupa pemberian paket bantuan langsung bagi masyarakat melalui Program Nasional Pengembangan Usaha Mina Perdesaan (PUMP) dan Pengembangan Usaha Garam Rakyat (PUGR).

Tahun ini KKP juga telah menggerakkan pelaku wirausaha perikanan pemula dengan 25.933 paket bantuan langsung wirausaha pada 273 kabupaten/kota. Pengembangan Minapolitan sendiri merupakan strategi utama yang ditetapkan KKP dalam mewujudkan Indonesia sebagai penghasil produk kelautan dan perikanan terbesar tahun 2015, dan mensejahterakan masyarakat kelautan dan perikanan. Kehadiran sarjana sebagai wirausaha muda diharapkan dapat mempercepat gerak ekonomi kawasan, lanjut Fadel.

Sumber: sinartani
Baca Selengkapnya...

Indonesia Siap Swasembada Induk Udang Vanname

Indonesia optimis swasembada induk udang vanname segera terealisasi dengan adanya Balai Produksi Induk Udang Unggul dan kekerangan (BPIUUK), Karangasem, Provinsi Bali. Balai ini akan memproduksi induk-induk yang berkualitas.

Menteri Kelautan dan Perikanan, Fadel Muhammad saat mendampingi Presiden RI, Susilo Bambang Yudhoyono meninjau fasilitas produksi induk udang vanname di Balai Produksi Induk Udang Unggul dan kekerangan (BPIUUK), Karangasem, Provinsi Bali, belum lama ini menjelaskan, selama ini induk vanname ini masih banyak yang diimpor.

Untuk memacu produksi perikanan budidaya, salah satu aspek yang harus disiapkan adalah penyediaan benih bermutu dan induk unggul. Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) telah menargetkan produksi udang nasional sebesar 699.000 ton pada tahun 2014 atau meningkat sebesar 74,75 persen selama periode 2010-2014, sehingga diperkirakan membutuhkan benur sebanyak 43,22 juta ekor dan induk sebanyak 2,97 juta ekor.

Pengembangan perbenihan dan pemuliaan induk udang merupakan hal yang penting dan strategis untuk dikembangkan. Ketersediaan benih bermutu dan induk unggul mutlak menjadi tuntutan seiring dengan adanya persaingan pasar yang sangat besar di era globalisasi. Hal ini mendorong Indonesia untuk dapat memproduksi benih bermutu dan induk unggul yang tahan terhadap serangan virus dan penyakit.

Menurut Plt. Dirjen Perikanan Budidaya, Ketut Sugama, beberapa waktu lalu banyak ditemui kendala dalam pengembangan induk udang, yaitu menurunnya kualitas induk dan benih, yang ditandai dengan pertumbuhan semakin lambat dan tingginya mortalitas. Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa permasalahan ini disebabkan karena terjadinya inbreeding (kawin sekerabat).

Keberadaan BPIUUK dapat mengantisipasi adanya peningkatan kebutuhan induk unggul dan meminimalisasi impor induk udang. Keberlanjutan industri udang nasional sangat tergantung terhadap pasokan induk yang cukup, berkualitas dan terjangkau. Pemuliaan dan perekayasaan serta pengadaan induk udang unggul sesuai dengan road map dan protokol pemuliaan, serta penerapan biosecurity yang ketat, menjadi tuntutan dalam keberlanjutan industri udang nasional.

Sumber: sinartani
Baca Selengkapnya...

Udang Baru : Vaname Global Gen

Satu lagi tambahan jenis udang hasil rekayasa yang baru. Udang ini diberi nama Vanname Global Gen secara resmi dilepas oleh Menteri Kelautan dan Perikanan, Fadel Muhammad di Lombok NTB, pekan lalu.

Menteri Kelautan dan Perikanan, Fadel Muhammad saat pelepasan induk udang vaname ”global gen” itu menjelaskan bahwa, sejalan dengan program peningkatan produksi perikanan, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menetapkan target produksi perikanan sebesar 22,54 juta ton pada tahun 2014, di mana sebanyak 16,89 juta ton berasal dari perikanan budidaya.

Kementerian ini telah menetapkan 10 komoditas unggulan perikanan budidaya, salah satunya adalah udang. Komoditas ini diproyeksikan mengalami peningkatan produksi tiap tahun sebesar 13% untuk udang windu dan 16% untuk udang vaname. Produksi udang pada tahun 2014 ditargetkan sebesar 699 ribu ton, terdiri atas 188 ribu ton udang windu dan 511 ribu ton udang vaname.

Menurut data Food and Agricultural Organization (FAO) 2010, Indonesia menempati rangking 4 dunia dengan total ekspor udang vaname sebesar 140 ribu ton untuk tahun 2007. Rangking Indonesia pada tahun 2008 ”naik kelas” menjadi 3 dunia di bawah China dan Thailand karena total ekspor mencapai 168 ribu ton atau naik sebesar 21%.

Salah satu upaya menggeser China dan Thailand adalah perakitan jenis-jenis unggul yang tahan penyakit, berkembang cepat dan efisien dalam pemanfaatan pakan. Hasilnya, pelepasan Udang Unggul Vaname Global Gen yang telah memenuhi persyaratan, diyakini dapat menjadi batu loncatan dalam menggalakkan produksi udang vaname kita, tegas Fadel.

Dalam pengembangan usaha perikanan budidaya, penyediaan induk unggul dan benih bermutu merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan usaha. Permasalahan penurunan kualitas, baik induk maupun benihnya masih sering ditemui dan pada akhirnya berdampak terhadap penurunan produktivitas pengembangan usaha budidaya di masyarakat.

Sejalan dengan program peningkatan produksi perikanan, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menetapkan target produksi perikanan sebesar 22,54 juta ton pada tahun 2014, dimana sebanyak 16,89 juta ton berasal dari perikanan budidaya. Kementerian ini telah menetapkan 10 komoditas unggulan perikanan budidaya, salah satunya adalah udang. Komoditas ini diproyeksikan mengalami peningkatan produksi tiap tahun sebesar 13% untuk udang windu dan 16% untuk udang vaname. Produksi udang pada tahun 2014 ditargetkan sebesar 699 ribu ton, terdiri atas 188 ribu ton udang windu dan 511 ribu ton udang vaname.

Demikian disampaikan Menteri Kelautan dan Perikanan, Fadel Muhammad saat melepasan induk udang vaname ”global gen” di Lombok Utara, NTB (22/11).
Menurut data Food and Agricultural Organization (FAO) 2010, Indonesia menempati rangking 4 dunia dengan total ekspor udang vaname sebesar 140 ribu ton untuk tahun 2007. Rangking Indonesia pada tahun 2008 ”naik kelas” menjadi 3 dunia di bawah China dan Thailand karena total ekspor mencapai 168 ribu ton atau naik sebesar 21%. Salah satu upaya menggeser China dan Thailand adalah perakitan jenis-jenis unggul yang tahan penyakit, berkembang cepat dan efisien dalam pemanfaatan pakan. Hasilnya, pelepasan Udang Unggul Vaname Global Gen yang telah memenuhi persyaratan, diyakini dapat menjadi batu loncatan dalam menggalakkan produksi udang vaname kita, tegas Fadel.

Dalam pengembangan usaha perikanan budidaya, penyediaan induk unggul dan benih bermutu merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan usaha. Permasalahan penurunan kualitas, baik induk maupun benihnya masih sering ditemui dan pada akhirnya berdampak terhadap penurunan produktivitas pengembangan usaha budidaya di masyarakat. Dalam upaya mengatasi permasalahan tersebut, pembenihan secara terkontrol yang menghasilkan benih bermutu serta mengarah kepada produksi benih tahan penyakit harus terus dilakukan, termasuk upaya penelusuran genetik untuk menemukan induk-induk unggul dalam upaya memenuhi permintaan induk berkualitas di masyarakat.

Pelepasan Strain ini mempunyai arti penting dalam rangka mendukung peningkatan produksi budidaya air payau. Dibandingkan dengan jenis udang lainnya yang telah berkembang di Indonesia (seperti udang windu, udang galah), udang vaname Global Gen ini mempunyai keunggulan, khususnya dalam pertumbuhan yang lebih baik dan bebas dari 9 jenis virus yang berbahaya bagi udang. Keberhasilan dalam perakitan strain unggul Udang Vaname Global Gen ini tidak terlepas dari kerja keras tim perekayasa dari PT Bibit Unggul. Usaha pemuliaan yang dilakukan oleh PT Bibit Unggul merupakan yang pertama dilakukan pihak Swasta di Indonesia.

Penyediaan induk unggul harus diikuti dengan produksi benih unggul yang tepat jenis, tepat kualitas dan tepat waktu, serta terjangkau oleh seluruh lapisan masyarakat pembudidaya. Dalam upaya mengembangkan kawasan perikanan budidaya yang terencana, salah satu model pengembangan kawasan yang diterapkan adalah pengembangan kawasan minapolitan. Pengembangan kawasan minapolitan telah akan dilaksanakan pada 41 kawasan, 24 kawasan diantaranya adalah berbasis perikanan budidaya. Lainnya, 9 kawasan untuk perikanan tangkap dan 8 kawasan untuk industri garam. Dalam kunjungan kerjanya ke NTB, Menteri Kelautan dan Perikanan berkesempatan untuk membuka Rapat Kerja Menteri Kelautan dan Perikanan dengan gubernur, bupati/walikota se-NTB dan stakeholders kelautan dan perikanan se-NTB, dan juga melakukanpanen mutiara di PT. Autore Pearl.

Jakarta, 22 November 2010
Kepala Pusat Data, Statistik, dan Informasi

Dr. Soen’an H. Poernomo, M.Ed
Narasumber
  1. Dr. Ktut sugama
    Plt. Dirjen Perikanan Budidaya (HP. 08129516895)
  2. Dr. Enday Kusnendar
    Plt. Kepala Balitbang KP (HP.0811911083)
  3. I Wayan Mertayasa
    Pengelola PT. Bibit Unggul (HP.0811130643)
  4. Dr. Soen’an H. Poernomo, M.Ed
    Kepala Pusat Data Statistik dan Perikanan (HP. 08161933911)
DATA DUKUNG:
  1. 1. Breeding Centre terletak di Desa Rempek, Kecamatan Gangga, Kabupaten Lombok Timur dengan luas lahan 7.5 Ha pada ketinggian 30 meter dari permukaan laut, pada September tahun 2007 dengan Konsep dasar Seleksi Famili. Pemilihan lokasi berdasarkan beberapa faktor utama, yaitu: * Peta Laut Indonesia No.2 dan No. 3 terlihat bahwa Selat Lombok Makassar ke arah Barat adalah Perairan dangkal (shallow waters) kedalaman hanya antara 50 s.d 70 meter, namun bila kita lihat Selat Lombok ke arah Timur Indonesia termasuk Perairan Laut dalam (Deep Sea waters) dimana banyak nutrisi dan plankton dibawa dari dasar laut (up welling) ke permukaan dari kedalaman 1000 s.d 2000 meter. Kondisi ini adalah prasyarat utama air laut yang cocok untuk kegiatan Breeding. * Lahan memiliki sarana dan prasarana jalan yang memadai untuk menuju airport terdekat yang memakan waktu tempuh tidak lebih dari 1(SATU) Jam perjalanan, ada power Listrik yang cukup memadai untuk menggerakkan mesin-mesin pompa maupun compesor udara. * Lokasi tidak padat pemukiman atau terhindar dari kontaminasi limbah tambak udang atau limbah rumah tangga.
  2. Sumber Daya Genetik yang digunakan dalam program pemuliaan di PT Bibit Unggul berasal dari 5 supplier induk vaname terbaik yang bersertifikat Specific Pathogen Free. Dari 15 batch Sumber Daya Genetik yang berhasil didatangkan, sebanyak 12 batch berkontribusi untuk menghasilkan famili-famili generasi-1 dan sebagian famili-famili generasi-2.
  3. Sejak Januari 2008 sampai sekarang telah dilaksanakan sebanyak 5 kali pemeriksaan kesehatan terhadap populasi udang vaname yang berada di Nuecleus Breeding Centre(NBC) dan Broodstock Multiplication Centre(BMC) dengan hasil negatif untuk 9 virus yang diujikan. Berdasarkan hasil inspeksi tim OIE di Indonesia yang dalam hal ini diwakili oleh Direktorat Jenderal Peternakan Departemen Pertanian Republik Indonesia, bahwa produk udang vaname dari fasilitas NBC dan BMC PT Bibit Unggul telah dinyatakan bebas penyakit dan layak untuk dieksport.
  4. Seleksi famili yang dilakukan di fasilitas NBC terdiri dari beberapa tahap kegiatan. Pertama adalah pemilihan famili-famili umur PostLarva-11 yang akan dilakukan uji performa. Pemilihan famili pada tahap ini berdasarkan sintasan saat pemeliharaan larva, informasi silsilah dan sintasan uji toleransi salinitas rendah. Setelah mencapai ukuran 2 gram, sebanyak 350 ekor udang dari masing-masing family terpilih diberi penanda Elastomer dan selanjutnya dibesarkan dalam kolam uji performa fase 1 (UP-1). Satu kolam UP-1 pada generasi-1 dan generasi -2 masing-masing terdiri dari 18 famili dan 24 famili dengan kepadatan 120 ekor/m2. UP-1 berakhir saat populasi udang mencapai bobot rata-rata 20 gram. Seleksi diantara famili digunakan pada tahap akhir UP-1 untuk menyeleksi udang yang akan dibesarkan dalam tahap uji performa fase 2 (UP-2). Udang-udang yang terseleksi di kolam UP-2 kemudian dibesarkan sampai berukuran 35 gram. Diakhir UP-2, Seleksi diantara famili digunakan juga untuk memilih individu-individu yang akan dipelihara sampai siap menjadi induk untuk generasi selanjutnya.
  5. Semua kegiatan tersebut termasuk dalam uji multi lokasi di beberapa wilayah di Indonesia seperti di Jawa Timur, Lampung, Sumatera Utara dan Sulawesi telah kami lakukan dan hasilnya telah dilaporkan dalam proposal yang kami ajukan pada sidang Tim Penilai pada tanggal 26 Agustus 2010 di Ruang Rapat Pusat Riset Perikanan Budidaya, Jl.Ragunan No.20, Pasar Minggu, Jakarta, dari hasil sidang tersebut diputuskan Induk Udang Vaname produk Perusahaan kami layak untuk dilepas sebagai Varietas Induk Udang Vaname.
  6. Fasilitas modul BMC yang dimiliki PT Bibit Unggul terdiri dari empat modul pembesaran di dua lokasi yang berbeda. Sebanyak 4 modul BMC yang sudah ada sekarang memiliki kapasitas produksi induk udang vaname sebanyak 60,000-75,000 ekor/tahun.
    Kapasitas produksi saat ini bisa ditingkatkan menjadi 2-3 kali lipat dalam waktu 6-12 bulan ke depan. Jika terjadi lonjakan permintaan induk dalam waktu 18-24 bulan kedepan, maka jumlah induk vaname yang mampu dipasok dari fasilitas BMC sebanyak 300.000 ekor/tahun.

Sumber: sinartani
              benihikan
Baca Selengkapnya...

free web counters